Sejak awal tahun 1990 behavioural safety telah begitu pesat
menjadi senjata dalam memerangi kecelakaan kerja. Behavior-based safety telah
banyak digunakan oleh perusahaan-perusahaan untuk mengurangi rasio kecelakaan
kerja. Dari riset yang dilakukan oleh banyak ahli behavior di banyak negara
memperlihatkan bahwa penerapan teknik-teknik behavioral safety dapat mengurangi
kecelakaan antara 40 -75% dalam waktu dua sampai enam belas bulan. (Iihat
referensi). Behavior-based safety adalah suatu aplikasi sistimatis
dari riset psikologi terhadap perilaku manusia (human behavior) dalam
masalah-masalah K3 di tempat kerja. Menyadari apa yang telah dilakukan oleh
para ahli tersebut, walaupun belum secara utuh, Kondur Petroleum S.A mulai
melaksanakan prinsip-prinsip 'Behavioral Safety'. Kondur mengkaji kecelakaan
yang terjadi pada kurun waktu tahun 2000 sampai Juli 2001 untuk menentukan
langkah langkah yang sesuai untuk diterapkan dalam mengurangi kecelakaan kerja,
yaitu dengan mengkombinasikan sistem manajemen K3 yang dipakai saat ini yaitu
International Safety Rating System (ISRS) dengan prinsip-prinsip behavioural
safety. Dari kecelakaan kerja yang dievaluasi dengan menggunakan parameter
Systematic Cause Analysis Technique (SCAT) - ISRS didapatkan bahwa 65.3%
disebabkan oleh faktor unsafe behavior.
Evaluasi Kecelakaan
Metodologi evaluasi yang dilakukan adalah dengan
1)
pengumpulan data kecelakaan
2)
wawancara
3)
Pengamatan sistim ijin kerja
(Permit to Work System).
Evaluasi diawali dengan melihat Penyebab Dasar (Basic Causes)
yang terdiri dari PERSONAL FACTORS dan JOB FACTORS, kemudian dilihat sisi
Personal Factors yang mengandung 'behavior'.
Mengapa Fokus pada Unsafe Behavior ?
Dari hasil evaluasi menunjukan bahwa 65.3% dari kecelakaan
yang terjadi di tempat kerja disebabkan oleh perilaku tidak aman (unsafe
behavior). Perilaku ini mempunyai kecenderungan negatif untuk mengganggu lingkungan
kerja secara umum. Oleh sebab itu kini pelaku K3 menyadari bahwa peningkatan
pengelolaan K3 dapat dicapai dengan lebih memfokus pada unsafe behavior di
tempat kerja.
Mengapa manusia melakukan unsafe behavior ?
Manusia cenderung melakukan tindakan tidak aman -unsafe
behavior - karena mereka belum mengalami kecelakaan pada waktu mereka melakukan
pekerjaan dengan cara tidak aman. Mereka belum menyadari keadaan tidak aman
tersebut. "Saya selalu melakukannya begitu, tidak apa- apa!" ini adalah
komentar yang umum yang dilontarkan oleh pekerja. Hal ini bisa benar, tapi bisa
salah, namun potensi terjadinya kecelakaan tidak jauh seperti diilustrasikan
oleh banyak teori segitiga kecelakaan. Misalnya, Teori segitiga Heinrich
mengatakan setiap 330 tindakan tidak aman, dapat terjadi 29 kecelakaan minor
dan 1 kecelakaan serius (kecelakaan hilang hari kerja), atau teori segitiga
kecelakaan lainnya. Prinsip yang diilustrasikan disini adalah bahwa konsekuensi
dari tindakan tidak aman hampir selalu mengandung unsafe behavior, hanya karena
perilaku tersebut terulang
Bagaimana pendapat anda ketika menghadapi situasi dimana
untuk membaca pressure gauge di suatu sumur mengharuskan memakai alat pelindung
diri lengkap yang memakan waktu kurang
lebih 10 menit sedangkan membacanya hanya perlu waktu 10 detik ? Dalam hal
seperti ini sering memaksa pekerja melanggar peraturan dan bertindak tidak aman
(unsafe behavior). Malahan kadang-kadang atasan menutup-mata terhadap hal-hal
seperti itu, sehingga banyak pekerja lain yang meniru cara kerja demikian.
Tidak dipungkiri bahwa atasan mendukung pekerja mengambil jalan-pintas agar
cepat selesai untuk mencapai target produksi.
Pendekatan Terpadu
Seperti kita ketahui, ISRS yang terdiri dari 20 elemen banyak
sekali menggunakan pendekatan behavior dalam penerapan manajemen K3 diantaranya
:
Elemen 1 : Leadership and
Administration
Melibatkan partisipasi pekerja dalam pengelolaan K3. Dari
sisi traditional, pengelolaan K3 dikelola dari atas kebawah yang mempunyai
tendensi macet di level lini, sehingga mengakibatkan pekerja tidak dilibatkan
dan merasa kurang dihargai dan kemungkinan dapat berbuat perilaku tidak aman.
Dalam hal pendekatan behavior diharapkan dapat mengatasi kemacetan ini melalui
pendekatan dari bawah keatas, disini pekerja diberikan peluang untuk
berpartisipasi untuk mendapatkan komitmennya sehingga pekerja merasa sebagai
ownership dari proses manajemen K3.
Elemen 5: Accident/Incident
Investigation, dan
Elemen 9: Accident/Incident
Analysis
Pendekatan yang ada pada ISRS secara umum untuk kecelakaan
dan hampir celaka kami anggap sudah memenuhi kebutuhan untuk mendapatkan
masukan ha-hal yang berhubungan dengan unsafe-behavior untuk
perbaikan program kerja khususnya
mengurangi kecelakaan. Dilihat dari sisi behavior-based safety pendekatan
secara behavior positif sebenarnya dapat dilakukan dengan menginformasikan penyebab-penyebab
kecelakaan dan kondisi-kondisi tidak aman melalui elemen 15 Personal
Communication yang menitikberatkan pada Planned-Personal-Contact antara
atasan dan bawahan. Atau melalui elemen 16 Group Communication yaitu
pada pelaksanaan Group HSE Meeting.
Elemen 4 : Critical Task
Analysis dan procedure,
Elemen 6 : Task Observation,
Elemen 14:
Engineering Change Management.
Indentifikasi tugas serta melakukan risk assessment merupakan
salah satu kunci untuk mengetahui risiko yang ada dan kemudian dilakukan
tindakan yang diperlukan untuk mencapai tingkat risiko yang dapat diterima.
Sisi lain menghilangkan bahaya dengan teknik rekayasa mengurangi potensi unsafe
behavior. Namun, tidak selalu berhasil. Hal itu semata-mata karena
manusia mempunyai kecenderungan untuk melakukan tindakan tidak aman dan
melakukan override safety system. Sebagai
contoh, untuk sistem pengamanan gedung dari kebakaran, operator control room
yang bertugas mendapatkan alarm kebakaran dari smoke/heat detector di suatu
ruangan, kemudian dilakukan pengecekan, tetapi tidak ada kebakaran. Karena
sering mendapatkan hal seperti ini melakukan override system ini dan akibatnya
bila suatu saat ada kebakaran yang sesungguhnya maka detector tidak dapat
mendetaksi. Tindakan ini merupakan unsafe behavior. .
Elemen 8 : Rule and Work Permit
Memberi hukuman sampai pekerja melakukan safe behavior ? Cara
ini praktis, namun dapat mengarah pada dampak positif atau negatif. Pendekatan
ini lebih menekankan pentaatan disiplin dan penghukuman untuk menghimbau tidak
melakukan tindakan tidak aman, sementara perilaku-aman tidak diperhatikan.
Hal seperti ini sering menghasilan kebalikan
yang diinginkan (karena takut kena sanksi maka kecelakaan atau near-miss tidak
dilaporkan). Walaupun peraturan dapat diberlakukan, lebih sering tidak
dipatuhi. Alasannya sangat sederhana : efektifitas dari konsistensi
pemberlakuannya. Itu hukuman dapat tergantung efektif jika langsung pada
dilakukan, dan berlaku untuk setiap tindakan tidak aman yang terjadi. Memberi
penghargaan pada pekerja yang melakukan safe behavior ? Bagaimana manajemen
lini dapat memastikan bahwa penguatan 'bekerja dengan aman' lebih kuat dari
mereka yang 'bekerja dengan tidak aman'. Sudah menjadi kenyataan bahwa manusia
cenderung memberi respon lebih pada suatu penghargaan dan 'social approval'
dari pada faktor lain. Namun yang krusial adalah, sifat manusia yang hanya
ingin melakukan karena pujian. Peningkatan kepercayaan oleh atasan kepada anak
buah dapat berdampak pada budaya K3 yang positif. Aplikasi
Bagaimana mengaplikasikan pengetahuan ini untuk meningkatkan 'safety behavior’
Kita mengetahui bahwa dengan memfokus pada safety behavior dapat membawa
perubahan yang diinginkan dan bahwa perubahan sikap dapat merubah perilaku.
Kita mengetahui pula bahwa, 'social approval' dan himbauan dapat membawa
perubahan positif pada norma-norma K3. Dan, kita tahu pula bahwa pekerja adalah
orang terbaik untuk merubah norma K3 mereka, karena mereka sendiri yang
mengkontrol perilakunya. Oleh sebab itu, setiap inisiatif perba1kan pengelolaan
K3 yang mengandalkan line management secara exclusif belum tentu
berhasil seperti mengandalkan pekerja itu sendiri.
Pendekatan behavioral safety adalah sangat bergantung pada
pekerja dan diperbaiki oleh pekerja, sejalan dengan manajemen. Dengan cara ini,
pekerja diberikan tanggung jawab dan batasan-batasan untuk mengidentifikasi dan
memantau tindakannya (safe and unsafe behaviors), demikian juga menyusun target
'perbaikan K3' mereka sendiri. Hasilnya,
kelompok kerja dapat menentukan norma-norma K3 mereka dalam lingkungan yang
mendukung. Line management memfasilitasi proses ini dengan memberikan sumber-sumber
dan dukungan untuk menghimbau 'employee ownership of safety', juga menekankan
bahwa tidak seorangpun akan diberikan sanksi sebagai akibat dari pemantauannya.
Dengan cara ini tercipta 'blame free' pro-active safety culture yang
sangat vital dalam pencapaian sukses jangka panjang.
0 komentar:
Post a Comment