September 5, 2012

Sekilas tentang ISPO

|1 komentar
Indonesian Sustainable Palm Oil System (ISPO) adalah suatu kebijakan yang diambil  oleh Pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementrian Pertanian dengan tujuan untuk meningkatkan daya saing minyak sawit Indonesia di pasar dunia dan ikut berpartisipasi dalam rangka memenuhi komitmen Presiden Republik Indonesia untuk mengurangi gas rumah kaca serta memberi perhatian terhadap masalah lingkungan.
Pelaksanaan ISPO akan dilakukan dengan memegang teguh prinsip pembinaan dan advokasi serta bimbingan kepada perkebunan kelapa sawit yang merupakan tugas pemerintah. Oleh karena itu tahap pertama dari pelaksanaan sertifikasi ISPO adalah klasifikasi. Klasifikasi ini sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian 07 Tahun 2009 tentang Pedoman Penilaian Usaha Perkebunan sedangkan sertifikasi merupakan tuntutan perdagangan internasional yang dilaksanakan sesuai ketentuan internasional yang antara lain memenuhi kaedah International Standard Organization (ISO). Kementerian Pertanian akan melaksanakan penilaian untuk sertifikasi ISPO secara transparan dan independen.

Awal April 2012 industri sawit yang sudah siap akan diwajibkan mengikuti proses sertifikasi standar minyak sawit lestari versi Indonesia atau Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO). Saat ini sertifikasi masih dalam tahap proses penyiapan lembaga penilai.

Adapun Lembaga sertifikasi yang sudah mengajukan untuk menjadi lembaga penilai sebanyak 12. Maka diharapkan sertifikasi ISPO dapat dilaksanakan akhir Maret atau April 2012 ini.Sesuai dengan ketentuan, lembaga sertifikasi harus mempersiapkan auditornya untuk melaksanakan audit. Kebijakan ini tertuang, dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No.19/2011 tentang Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia.

Standar minyak sawit lestari atau Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) akan diwajibkan untuk seluruh pelaku industri sawit di Tanah Air. Rencananya, semua pelaku sawit termasuk industri sawit harus sudah memiliki sertifikasi ISPO paling lambat 31 Desember 2014.

Ketentuan sertifikasi ISPO secara prinsip mulai berlaku tahun 2011 lalu, namun ada proses transisi. Kemudian mulai Maret 2012 menjadi wajib untuk yang sudah siap, dan kemudian pada tahu 2014 wajib untuk semua pelaku sawit.

Kebijakan pemerintah untuk memberlakukan ISPO sebagai antisipasi perlakukan negara-negara importir minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO). Pelaku pasar biasanya hanya mau membeli apabila perusahaan eksportir itu sudah memiliki sertifikat RSPO.

Selama ini ketentuan mengenai Standar minyak sawit lestari tertuang dalam Rountable on Sustainable Palm Oil (RSPO) yang disepakati oleh para stakeholder kelapa sawit di internasional.

March 7, 2012

Alat Pelindung Diri

|0 komentar

Alat Pelindung Diri atau biasa disingkat APD adalah salah satu kendali resiko yang diterapkan guna melindung para pekerja dari cedera saat sedang melakukan pekerjaannya. Jika dilihat dari hirarki kendali APD berada di posisi paling terakhir. APD bukanlah cara terbaik mencegah kecelakaan karena masih bergantung kepada individu masing-masing.
Cara pencegahan kecelakaan yang terbaik aalah peniadaan bahaya seperti pengamanan mesin atau peralatan lainnya, namun dalam hal tersebut tidak mungkin, diberikan perlindungan diri kepada tenaga kerja dalam bentuk masker, kacamata, sepatu dan alat proteksi lainnya.
Saat ini terdapat beraneka ragam alat alat pelindung diri di masyarakat. Antara lainnya adalah sebagai berikut;
1. Kaca Mata (safety glasses)
Salah-satu masalah tersulit dalam pencegahan keselakaan adalah pencegahan kecelakaan yang menimpa mata. Jumlah keselakaan demikian besar. Orang -orang yang tidak terbiasa dengan kaca mata biasanya tidak memakai pelindungan tersebut dengan alasan mengganggu saat bekerja dan mengurangi kenikmatan kerja, sekalipun kaca mata pelindung yang memenuhi persyaratan kian banyak jumlahnya.
Pekerja yang menyadari bahwa jika bekerja tidak menggunakan kacamata itu beresiko kecelakaan terhadap mata adalah besar akan memakainya dengan kemauannya sendiri. Sebaliknya, jika mereka merasa bahwa bahaya itu kecil, mereka tidak akan mempergunakannya.
2. Sepatu Safety (Pengaman)
Sepatu pengaman harus dapat melindungi pekerja terhadap kecelakaan yang disebabkan oleh beban-beban yan gmenimpa kaki, paku-paku atau benda tajam lainnya yang mungkin terinjak, logam pijar, asam-asam, dan sebagainya. Biasanya sepatu kulit yang buatannya kuat dan baik cukup memberikan perlindungan, tetapi terhadap kemungkinan tertimpa benda-benda msih perlu sepatu dengan ujung bertutup baja dan lapisan baja di dalam soalnya. Lapisan baja di dalam soal perlu untuk melindungi pekerja dari tusukan benda-benda runsing dan tajam khususnya pada pekerjaan bangunan.
3. Sarung tangan (Safety Gloves)
Sarung tangan harus diberikan kepada pekerja dengna pertimbangan akan bahaya-bahaya dan persyaratan yang diperlukan. antara lain syaratnya adalah bebasnya bergerak jari dan tangan. Macamnya tergantung kepada jenis kecelakaan yang akan dicegah yaitu tusukan, sayatan, terkena benda panas, terkena bahan kimia, terkena aliran listrik, terkena radiasi dan sebagainya.
Harus juga diingat bahwa memakai sarung tangan saat bekerjapada mesin pengebor, mesin pengepres dan mesin-meisn lainnya yang dapat meyebabkan sarung tangan tertarik ke mesin adalah berbahaya.
4. Topi Pengaman
Topi pemganan harus dipakai oleh pekerja yang mungkin tertimpa pada kepala oleh benda jatuh atau melayang atau benda lain-lainnya yang bergerak. Topi demikian harus cukup kerjas dan kokoh, tetapiringan. Bahan plastik dengan lapisan kain terbukti sangat cocok untuk keperluan ini.
5. Pelindung Telinga
Jika perlu, telinga harus dilindung terhadap loncatan api, percikan logam pijar atau partikel-partikel yang melayang. Perlindungan terhadap kebisingan dialkuaknd engan sumbat atau tutup telinga.
6. Pelindung Pernafasan
Pernafasan kita sangatlah vital oleh karena itu diperlukan perlindungan yang sesuai agar orang vita yang ada di dalam tubuh seperti paru-paru dapat terlindungi manakala tercemar oleh udara atau ada kemungkinan kekurangan oksigen dalam udara. Pecemaran mungkin berbentuk gas, uap logam, kabut, debu, dan lain-lainnya. Kekurangan oksigen mungkin terjadi di tempat-tempat yang pengudaraanya buruk seperti tangki atau gudan di bawah tanah. Pencemaran-pencemaran yang berbahaya ungkin beracun, korosif, atau menjadi sebab rangsangan. Pengaruh lainnya termasuk dalam upaya kesehatan kerja.
7. Alat-alat pelindung diri lainnya.
Sebenrannya masih ada alat pelindung diri lainnya seperti tali pengaman bagi pekerja yang bekerja di ketinggian yang memiliki potensi terjatuh. Selain itu pula diadakan temapt kerja husus bagi pekerja dengan segala alat proteksinya. Juga pakaian khusus bagi saat terjai kecelakaan atau utuk penyelamatan.

February 27, 2012

Root Cause Analysis of Incident

|0 komentar
Tujuan utama dari analisa kecelakaan adalah untuk mengetahui penyebab utama kejadian kecealakaan dalam upaya mencegah terjadinya kembali kecelakaan tersebut. Setiap analisa akar penyebab (root cause) dan proses pelaporan dari suatu kejadian kecelakaan secara umum di bagi dalam lima tahapan sebagai berikut:

Tahap I. Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah tahapan yang sangat penting untuk memulai analisis akar penyebab kejadian kecelakaan. Pengumpulan data harus segera dilakukan setelah terjadinya kecelakaan untuk memastikan tidak ada data yang hilang segera setelah terjadinya identifikasi untuk memastikan bahwa data tidak hilang. Tanpa mengorbankan keselamatan atau pemulihan,data harus dikumpulkan bahkan selama terjadinya kecelakaan atau incident. Informasi yang harus dikumpulkan terdiri dari kondisi sebelum,selama,dan setelah terjadinya;personil yang terlibat (termasuk tindakan yang diambil);faktor lingkungan,dan informasi lain yang memiliki relevansi dengan kejadian kecelakaan tersebut.

Tahap II. Penilaian

Setiap metode analisa root cause yang digunakan pasti melalui tahapan berikut: 
  1. Mengidentifikasi masalah
  2. Menentukan pentingnya masalah
  3. Mengidentifikasi penyebab (kondisi atau tindakan) sesegera mungkin baik sebelum dan sekitar kejadian.
  4.  Mengidentifikasi alasan mengapa penyebab pada langkah sebelumnya ada,dan menganalisa akar pemyebabnya (alasan yang mendasar dan jika diperbaiki akan mencegah terulangnya kejadian yang sama atau serupa diseluruh fasilitas perusahaan).  

Tahap III. Tindakan korektif

Melaksanakan tindakan-tindakan korektif berdasarkan rekomendasi tahapan sebelumnya secara efektif untuk mengurangi penyebab dari setiap kemungkinan terulangnya kejadian kecelakaan dan meningkatkan kehandalan sistem keselamatan dan keamanan. Penting untuk diketahui dalam merencanakan tindakan korektif harus berdasarkan hasil analisis root cause yang telah dilakukan pada tahapan sebelumnya. Tindakan korektif hendaklah mempertimbangkan tiga faktor utama penyebab kecelakaan yaitu:Working Condition,Sistem Management dan Human Factor.
Penyebab dasar kecelakaan dapat dikelompokan pada tiga kelompok yang saling berhubungan,yaitu (Heinrich,1980):
  1. Kebijakan dan keputusan manajemen.
  2. Faktor personal (pekerja)
  3. Faktor lingkungan.
Kelompok pertama adalah kebijakan dan keputusan manajemen,misalnya adalah target produksi dan keselamatan;  prosedur kerja;pencatatan;penugasan tanggung jawab dan otoritas,dan kepercayaaan;pemilihan karyawan,pelatihan,penempatan,pengawasan dan pengarahan;  prosedur komunikasi;  prosedur inspeksi;  peralatan,suplai,dan disain fasilitas,pembelian dan perawatan;prosedur pekerjaan standar dan darurat;dan kebersihan dan kerapian.
Kelompok kedua adalah faktor personal atau pekerja,misalnya adalah motivasi;keadaan fisik dan mental;waktu reaksi;kepedulian pribadi.
Kelompok ketiga adalah faktor lingkungan,misalnya adalah temperatur;tekanan;kelembaban;debu;gas;uap;aliran udara;kebisingan;pencahayaan;kondisi alami lingkungan (permukaan yang licin,hambatan,penopang yang tidak baik,benda berbahaya).

Tahap IV. Menginformasikan

Tahapan ini sangat penting untuk membantu pelaksanaan tindakan korektif guna mencegah terulangnya kecelakaan. Hasil analisis penyebab kecelakaan harus dikomunikasikan dan diinformasikan kepada semua stakeholder seperti pekerja,supervisor dan line manajemen. Sangat disarankan untuk menjelaskan kepada pekerja yang berhubungan dengan proses terjadinya kecelakan dan proses serupa secara detil baik melalui daily meeting,news letter,papan informasi dll. Informasi harus meliputi penyebab dan proses terjadinya kecelakaan serta tindakan korektif yang akan dilakukan dan penekanan terhadap keterlibatan mereka dalam mencegah terjadinya kecelakaan serupa dimasa mendatang.

Tahap V. Tindak lanjut

Tindak lanjut termasuk menentukan apakah tindakan perbaikan telah efektif dalam
memecahkan masalah. Kajian efektivitas sangat penting untuk memastikan bahwa tindakan perbaikan yang telah ditetapkan dapat mencegah kejadian tersebut terulang kembali..
Keterlibatan manajemen dan alokasi sumber daya yang memadai sangat penting untuk mensukses pelaksanaan tahapan analisa root cause tersebut diatas.

February 18, 2012

Pendekatan Behavior Based Safety Dalam Mengurangi Angka Kecelakaan Kerja

|0 komentar
Sejak awal tahun 1990 behavioural safety telah begitu pesat menjadi senjata dalam memerangi kecelakaan kerja. Behavior-based safety telah banyak digunakan oleh perusahaan-perusahaan untuk mengurangi rasio kecelakaan kerja. Dari riset yang dilakukan oleh banyak ahli behavior di banyak negara memperlihatkan bahwa penerapan teknik-teknik behavioral safety dapat mengurangi kecelakaan antara 40 -75% dalam waktu dua sampai enam belas bulan. (Iihat referensi). Behavior-based safety adalah suatu aplikasi sistimatis dari riset psikologi terhadap perilaku manusia (human behavior) dalam masalah-masalah K3 di tempat kerja. Menyadari apa yang telah dilakukan oleh para ahli tersebut, walaupun belum secara utuh, Kondur Petroleum S.A mulai melaksanakan prinsip-prinsip 'Behavioral Safety'. Kondur mengkaji kecelakaan yang terjadi pada kurun waktu tahun 2000 sampai Juli 2001 untuk menentukan langkah langkah yang sesuai untuk diterapkan dalam mengurangi kecelakaan kerja, yaitu dengan mengkombinasikan sistem manajemen K3 yang dipakai saat ini yaitu International Safety Rating System (ISRS) dengan prinsip-prinsip behavioural safety. Dari kecelakaan kerja yang dievaluasi dengan menggunakan parameter Systematic Cause Analysis Technique (SCAT) - ISRS didapatkan bahwa 65.3% disebabkan oleh faktor unsafe behavior. 

Evaluasi Kecelakaan

Metodologi evaluasi yang dilakukan adalah dengan
1)    pengumpulan data kecelakaan
2)    wawancara
3)    Pengamatan sistim ijin kerja (Permit to Work System).
Evaluasi diawali dengan melihat Penyebab Dasar (Basic Causes) yang terdiri dari PERSONAL FACTORS dan JOB FACTORS, kemudian dilihat sisi Personal Factors yang mengandung 'behavior'.

Mengapa Fokus pada Unsafe Behavior ?

Dari hasil evaluasi menunjukan bahwa 65.3% dari kecelakaan yang terjadi di tempat kerja disebabkan oleh perilaku tidak aman (unsafe behavior). Perilaku ini mempunyai kecenderungan negatif untuk mengganggu lingkungan kerja secara umum. Oleh sebab itu kini pelaku K3 menyadari bahwa peningkatan pengelolaan K3 dapat dicapai dengan lebih memfokus pada unsafe behavior di tempat kerja.

Mengapa manusia melakukan unsafe behavior ?

Manusia cenderung melakukan tindakan tidak aman -unsafe behavior - karena mereka belum mengalami kecelakaan pada waktu mereka melakukan pekerjaan dengan cara tidak aman. Mereka belum menyadari keadaan tidak aman tersebut. "Saya selalu melakukannya begitu, tidak apa- apa!" ini adalah komentar yang umum yang dilontarkan oleh pekerja. Hal ini bisa benar, tapi bisa salah, namun potensi terjadinya kecelakaan tidak jauh seperti diilustrasikan oleh banyak teori segitiga kecelakaan. Misalnya, Teori segitiga Heinrich mengatakan setiap 330 tindakan tidak aman, dapat terjadi 29 kecelakaan minor dan 1 kecelakaan serius (kecelakaan hilang hari kerja), atau teori segitiga kecelakaan lainnya. Prinsip yang diilustrasikan disini adalah bahwa konsekuensi dari tindakan tidak aman hampir selalu mengandung unsafe behavior, hanya karena perilaku tersebut terulang

Bagaimana pendapat anda ketika menghadapi situasi dimana untuk membaca pressure gauge di suatu sumur mengharuskan memakai alat pelindung diri lengkap yang memakan waktu kurang lebih 10 menit sedangkan membacanya hanya perlu waktu 10 detik ? Dalam hal seperti ini sering memaksa pekerja melanggar peraturan dan bertindak tidak aman (unsafe behavior). Malahan kadang-kadang atasan menutup-mata terhadap hal-hal seperti itu, sehingga banyak pekerja lain yang meniru cara kerja demikian. Tidak dipungkiri bahwa atasan mendukung pekerja mengambil jalan-pintas agar cepat selesai untuk mencapai target produksi.

Pendekatan Terpadu

Seperti kita ketahui, ISRS yang terdiri dari 20 elemen banyak sekali menggunakan pendekatan behavior dalam penerapan manajemen K3 diantaranya :

Elemen 1 : Leadership and Administration
Melibatkan partisipasi pekerja dalam pengelolaan K3. Dari sisi traditional, pengelolaan K3 dikelola dari atas kebawah yang mempunyai tendensi macet di level lini, sehingga mengakibatkan pekerja tidak dilibatkan dan merasa kurang dihargai dan kemungkinan dapat berbuat perilaku tidak aman. Dalam hal pendekatan behavior diharapkan dapat mengatasi kemacetan ini melalui pendekatan dari bawah keatas, disini pekerja diberikan peluang untuk berpartisipasi untuk mendapatkan komitmennya sehingga pekerja merasa sebagai ownership dari proses manajemen K3.

Elemen 5: Accident/Incident Investigation, dan
Elemen 9: Accident/Incident Analysis
Pendekatan yang ada pada ISRS secara umum untuk kecelakaan dan hampir celaka kami anggap sudah memenuhi kebutuhan untuk mendapatkan masukan ha-hal yang berhubungan dengan unsafe-behavior untuk perbaikan program  kerja khususnya mengurangi kecelakaan. Dilihat dari sisi behavior-based safety pendekatan secara behavior positif sebenarnya dapat dilakukan dengan menginformasikan penyebab-penyebab kecelakaan dan kondisi-kondisi tidak aman melalui elemen 15 Personal Communication yang menitikberatkan pada Planned-Personal-Contact antara atasan dan bawahan. Atau melalui elemen 16 Group Communication yaitu pada pelaksanaan Group HSE Meeting.

Elemen 4 : Critical Task Analysis dan procedure,
Elemen 6 : Task Observation,
Elemen 14: Engineering Change Management.
Indentifikasi tugas serta melakukan risk assessment merupakan salah satu kunci untuk mengetahui risiko yang ada dan kemudian dilakukan tindakan yang diperlukan untuk mencapai tingkat risiko yang dapat diterima. Sisi lain menghilangkan bahaya dengan teknik rekayasa mengurangi potensi unsafe behavior. Namun, tidak selalu berhasil.  Hal itu semata-mata karena manusia mempunyai kecenderungan untuk melakukan tindakan tidak aman dan melakukan override safety system. Sebagai contoh, untuk sistem pengamanan gedung dari kebakaran, operator control room yang bertugas mendapatkan alarm kebakaran dari smoke/heat detector di suatu ruangan, kemudian dilakukan pengecekan, tetapi tidak ada kebakaran. Karena sering mendapatkan hal seperti ini melakukan override system ini dan akibatnya bila suatu saat ada kebakaran yang sesungguhnya maka detector tidak dapat mendetaksi. Tindakan ini merupakan unsafe behavior. .

Elemen 8 : Rule and Work Permit
Memberi hukuman sampai pekerja melakukan safe behavior ? Cara ini praktis, namun dapat mengarah pada dampak positif atau negatif. Pendekatan ini lebih menekankan pentaatan disiplin dan penghukuman untuk menghimbau tidak melakukan tindakan tidak aman, sementara perilaku-aman tidak diperhatikan.

Hal seperti ini sering menghasilan kebalikan yang diinginkan (karena takut kena sanksi maka kecelakaan atau near-miss tidak dilaporkan). Walaupun peraturan dapat diberlakukan, lebih sering tidak dipatuhi. Alasannya sangat sederhana : efektifitas dari konsistensi pemberlakuannya. Itu hukuman dapat tergantung efektif jika langsung pada dilakukan, dan berlaku untuk setiap tindakan tidak aman yang terjadi. Memberi penghargaan pada pekerja yang melakukan safe behavior ? Bagaimana manajemen lini dapat memastikan bahwa penguatan 'bekerja dengan aman' lebih kuat dari mereka yang 'bekerja dengan tidak aman'. Sudah menjadi kenyataan bahwa manusia cenderung memberi respon lebih pada suatu penghargaan dan 'social approval' dari pada faktor lain. Namun yang krusial adalah, sifat manusia yang hanya ingin melakukan karena pujian. Peningkatan kepercayaan oleh atasan kepada anak buah dapat berdampak pada budaya K3 yang positif. Aplikasi Bagaimana mengaplikasikan pengetahuan ini untuk meningkatkan 'safety behavior’ Kita mengetahui bahwa dengan memfokus pada safety behavior dapat membawa perubahan yang diinginkan dan bahwa perubahan sikap dapat merubah perilaku. Kita mengetahui pula bahwa, 'social approval' dan himbauan dapat membawa perubahan positif pada norma-norma K3. Dan, kita tahu pula bahwa pekerja adalah orang terbaik untuk merubah norma K3 mereka, karena mereka sendiri yang mengkontrol perilakunya. Oleh sebab itu, setiap inisiatif perba1kan pengelolaan K3 yang mengandalkan line management secara exclusif belum tentu berhasil seperti mengandalkan pekerja itu sendiri.

Pendekatan behavioral safety adalah sangat bergantung pada pekerja dan diperbaiki oleh pekerja, sejalan dengan manajemen. Dengan cara ini, pekerja diberikan tanggung jawab dan batasan-batasan untuk mengidentifikasi dan memantau tindakannya (safe and unsafe behaviors), demikian juga menyusun target 'perbaikan K3' mereka sendiri.  Hasilnya, kelompok kerja dapat menentukan norma-norma K3 mereka dalam lingkungan yang mendukung. Line management memfasilitasi proses ini dengan memberikan sumber-sumber dan dukungan untuk menghimbau 'employee ownership of safety', juga menekankan bahwa tidak seorangpun akan diberikan sanksi sebagai akibat dari pemantauannya. Dengan cara ini tercipta 'blame free' pro-active safety culture yang sangat vital dalam pencapaian sukses jangka panjang.



December 16, 2011

Prinsip dan Kriteria OHSAS 18001 : 2007

|0 komentar
Seri persyaratan penilaian keselatan dan keselamatan kerja OHSAS 18001:2007 memuat persyaratan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (K3) agar organisasi mampu mengendalikan resiko-resiko K3 dan dapat meningkatkan kinerja K3 nya.Secara umum standar OHSAS ini dapat diterapkan oleh organisasi yang ingin:


  1. Menerapkan sistem manajemen K3 untuk mengurangi atau menghilangkan resiko kecelakaan dan keselamatan terkait aktifitas organisasi pada personil dan pihak lain yang berkepentingan.
  2.  Menerapkan, memelihara dan terus meningkatkan sistem manajemen K3.
  3.  Menjamin bahwa organisasi sesuai dengan kebijakan K3 yang dibuat sendiri oleh organisasi.
  4.  Mendapat pengakuan kesesuaian (dengan standar OHSAS ini) dari pihak-pihak yang berkepentingan seperti pelanggan.
  5. Mendapatkan sertifikat sistem manajemen K3
3. Istilah dan Definisi
Berikut ini adalah Istilah yang definisi yang berlaku yang digukan dalam dokumen OHSAS 18001:2007
3.1 Resiko yang dapat diterima
Resiko yang telah diturunkan hingga menjpai tingkat yang dapat ditoleransi dengan mempertimbangkan peraturan legal dan kebijakan K3 organisasi.
3.2 Audit
Proses sistematic, independen dan terdokumentasi unutk memperleh bukti audit dan mengevaluasinya secara objective untuk menentukan sejauh mana kriteria audit terpenuhi.
Catatan 1: Independen tidak berarti harus pihak dari luar organisasi. Dalam banyak kasus, khususnya di organisasi kecil, independensi dapat berarti bebas dari tanggung jawab terhadap aktifitas yang diaudit.
Catatan 2: Untuk panduan lebih lanjut tentang bukti audit dan kriteria audit, lihat ISO 19011.
3.3 Peningkatan berkelanjutan
Proses berulang untuk meningkatkan sistem manajemen K3 untuk mencapai peningkatan dalam kinerja K3 secara keseluruhan yang selaras dengan kebijakan K3 organisasi.
Catatan 1 Proses Peningkatan tidak perlu dilakukan di semua area secara bersamaan.
Catatan 2 Definisi diatas disadur dari ISO 14001:2004
3.4 Tindakan koreksi
Tindakan untuk menghilangkan penyebab ketidaksesuaian atau situasi yang tidak diinginkan yang terdeteksi.
Catatan 1 Bisa saja ada lebih dari satu penyebab ketidaksesuaian.
Catatan 2: Tindakankoreksi adalah tindakan yang diambil untuk mencegah terulangnya kejadian sedangkan tindakan pencegahan diambil untuk mencegah terjadinya kejadian (yang belum terjadi).
3.5 Dokumen
Informasi dan media pendukungnya.
Catatan: Media dapat berupa kerjtas, magnetik, CD, foto atau sample master atau kombiasi dari hal hal tersebut.
3.6 Bahaya (hazard)
Sumber, situasi, tindakan yang potensial menimbulkan cedera atau penyakit atau kombinasi keduanya terhadap manusia.
3.7 Identifikasi bahawa
Proses untuk mengetahui adanya bahaya dan menentukan sifat-safatnya.
3.8 Penyakit
Kondisi fisik atau mental yang meburuk yang dapat diketahui yang mucul dari dan/atau diperburuk oleh aktifitas dalam pekerjaan dan/atau situasi yang berhubungan dengan pekerjaan.
3.9 Insiden
Kejadian terkait dengan pekerjaan dimana terjadi atau dapat saja terjadi cedera atau penyakit (terlepas dari tingkat bahayanya) atau terjadinya kamatian.
Catatan 1: Kecelakaan (accident) adalah insiden yang menyebabkan cidera, penyakit atau kematian.
Catatan 2: Suatu insiden yang tidak menyebabkan cidera, penyakit atau kematian dapat disebut nyaris terjadi (near miss), nyaris terkena (near hit, near call) atau kejadian berbahaya.
Catatan 3: Suatu keadaan darurat merupakan suatu jenis insiden khusus.
3.10 Pihak-pihak terkait
Individu atau kelompok, di dalam dan diluar lokasi kerja yang berkepentingan atau yang dipengaruhi oleh kinerja K3 organisasi.
3.11 Ketidaksesuaian
Tidak terpenuhinya persyaratan
Catatan A: Ketidaksesuaian dapat berupa penyimpangan terhadap:
  • Standar kerja, prektek, prosedur, persyaratan legal yang terkait.
  • Persyaratan-persyaratan sistem manajemen K3.
3.12 Keselamatan dan kesehatan kerja
Kondisi dan faktor-faktor yang mempengaruhi atau dapat mempengaruhi kesehatan dan keselamatan karyawan atau pekerja (termasuk pekerja sementara dan personal kontraktor), pengunjung atau orang lain dalam lokasi kerja.
Catatan: Organisasi dapat terkena persyaratan legal tentang kesehatan dan keselamatan orang diluar tempat kerja langsung, atau yang terkena dampak dan aktifitas di tempat kerja.
3.13 Sistem Manajemen K3
Bagian dari sistem manajemen organisasi untuk membangun dan menerapkan kebijakan K3 dan mengelola resiko resiko K3.
Catatan1: Sistem manajemen adalah sekumpulan elemen yang berkaitan yang digunakan untuk menetapkan kebijakan dan sasaran dan untuk mencapai sasaran tersebut.
Catatan 2: Sistem manajemen mencakup struktur organisasi, aktifitas perencanaan (termasuk, sebagai contoh, penilaian resiko dan penetapan sasaran), tanggung jawab, praktek-praktek, prosedur-prosedur, proses-proses dan sumber daya.
Catatan 3: Diadopsi dari ISO !$001:2004
3.14 Sasaran K3
Sasaran terkait dengan kinerja K3 yang ditetapkan organisasi untuk dicapai.
Catatan 1: Sasaran harus quantitatif sejauh memungkinkan.
Catatan 2: Klausul 4.3.3 mensyaratkan bahwa sasaran K3 konsisten dengan kebijakan K3.
3.15 Kinerja K3
Hasil terukur dari pengelolaan organisasi terhadap resiko-resiko K3.
Catatan 1: Pengukuran Kinerja K3 mencakup pengukuran dan efektifitas dari pengendalian yang dilakukan organisasi.
Catatan 2:Dalam konteks sistem manajemen K3, hasil dapat diukur terhadap kebijakan K3, Sasaran K3 dan persyaratan kinerja K3 yang lain.
3.16 Kebijakan K3
Arahan yang bersifat menyeluruh bagi organisasi terkait dengan kinerja K3 dan secara formal diungkapkan oleh manajemen puncak.
Catatan1: Kebijakan K3 memberi kerangka untuk melakukan tindakan dan untuk menetapkan sasaran K3.
3.17 Organisasi
Perusahaan, korporasi, firma, kelompok perusahaan, lembaga, instituis atau kombinasi dari hal tersebut, kelompok atau bukan, publik ataupun pribadi yang mempunyai fungsi dan adminsitrasi sendir.
Catatan: Untuk organisasi dengan lebih dari satu unit operasi, unit operasi tunggal dapat disebut sebagai organisasi.
3.18 Tindakan Pencegahan
Tindakan untuk menghilangkan penyebab dari ketidaksesuaian yang potensial terjadi atau situasi atau kondisi yang tidak diinginkan yang potensial terjadi.
Catatan 1: Penyebab ketidak sesuaian potensial bisa saja lebih dari 1
Catatan 2: Tindakan pencegahan diambil untuk mencegah terjadinya suatu kejadian (yang belum terjadi) sedang tindakan koreksi diambil untuk mencegah terulangnya kejadian (yang sudah terlanjur terjadi).
3.19 Prosedur
Cara untuk melakukan aktifitas atau untuk melakukan proses.
3.20 Catatan
Dokumen yang yang menggambarkan hasil yang dicapai dari aktifitas yang dilakukan atau menggambarkan bukti dari aktifitas yang dilakukan.
3.21 Resiko
Kombinasi dari tingkat kemungkinan terjadinya suatu kejadian yang berbahaya atau yang mengakibatkan bahaya dan tingkat keparahan dari cedera atau penyakit yang diakibatkan.
3.22 Penialian resiko
Proses untuk mengavaluasi resiko yang muncul dari suatu bahaya, dengan mempertimbangkan kelayakan kontrol yang ada, dan memutuskan apakah resiko tersebut dapat diterima atau tidak.
3.23 Area kerja
Suatu lokasi fisik dimana aktifitas terkait dengan pekerjaan dilakukan dibawah kontrol organisasi.
Catatan: Untuk menentukan mana yang termasuk ‘area kerja', organisasi perlu mempertimbangkan dampak K3 terhadap personil yang, misalnya, melakukan perjalanan atau transit (mengemudi, melakukan perjalan dengan pesawat terbang, kapal laut ataupun kerena), bekerja di tempat klien atau pelanggan, bekerja dirumah.
4.1 Persyaratan Umum
Organisasi haris menetapkan, mendokumentasikan, menerapkan, memeliharai dan meningkatkan secara berkelanjutan sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja (K3) sesuai dengan persyaratan standar OHSAS ini dan menentukan bagaimana sistem tersebut memenuhi persyaratan ini.
Organisasi harus menentukan dan mendokumentasikan lingkup sistem manajemen K3-nya.
4.2 Kebijakan K3
Manajemen puncak harus menetapkan dan mengesahkan kebijakan K3 dan menjamin bahwa kebijakan tersebut:
a.       Sesuai dengan sifat dan skala resiko K3 yang ada di organisasinya masing-masing
b.       Mencakup komitmen untuk mencegah kecelakaan dan berkurangnya kesehatan secara berkelanjutan meningkatkan sistem manajemen K3 dan kinerja K3.
c.       Mencakup komitmen untuk paling tidak sesuai persyaratan legal yang berlakudan dengan persyaratan lain
d.      Memberi kerangka untuk penetapan dan peninjauan sasaran K3;
e.      Di dokumentasikan, diterapkan dan dipelihara
f.        Di komunikasikan ke semua orang yang bekerja dibawah kontrol organisasi agar mereka menyadari kewajiban individual mereka terkait K3;
g.       Terbuka bagi pihak-pihak yang berkepentingan; dan
h.      Di tinjau secara berkala untuk menjamin bahwa kebijakan tersebut masih relevan dan tepat bagi organisasi
4.3 Perencanaan
4.3.1 Identifikasi bahaya, penilaian resiko dan penetapan kontrol
Organisasi harus menetapkan, menerapkan dan memelihara prosedur-prosedure untuk identifikasi bahaya secara berkelanjutan, penilaian resiko dan penentuan kontrol-kontrol yang diperlukan.
Prosedur-prosedur untuk identifikasi bahaya dan penilaian resiko harus mempertimbangkan:
a.       Aktifitas rutin dan non-rutin
b.      Aktifitas dari semua orang yang mempunyai akses ke lokasi kerja (termasuk kontraktor dan pengunjung)
c.       Perilaku orang, kemampuan dan faktor-faktor manusia lainnya.
d.      Bahaya yang telah teridentifikasi yang berasal dari luar lokasi kerja yang dapat merugikan kesehatan dan keselamatan orang-orang di lokasi kerja.
e.      Bahaya bagi lingkungan sekitar lokasi kerja yang dihasilkan oleh aktifitas-aktifitas dari lokasi kerja
Catatan 1: Lebih tepat bila bahaya seperti diatas dinilai sebagai aspek lingkungan.
f.        Infrastruktur, peralatan dan material di lokasi kerja, baik yang dihasilkan oleh organisasi maupun oleh pihak lain;
g.       Perubahan-perubahan atau rencana perubahan dalam organisasi, aktifitas atau material.
h.      Perubahan dari sistem manajemen K3, termasuk perubahan sementara dan akibat dari perubahan tersebut bagi operasi, proses dan aktifitas;
i.         Semua persyaratan legal terkait dengan penilaian resiko dan penerapan kontrol yang diperlukan;
j.        Rancangan area kerja, proses, instalasi, peralatan, prosedur operasional dan pengaturan kerja, termasuk penyesuaiannya dengan kemampuan manusia
Metodologi untuk identifikasi bahaya dan penilaian resiko harus:
a.       Ditentukan lingkupnya, sifatnya, waktunya untuk menjamin agar identifikasi bahaya dan penilaian resiko dilakukan secara pro-aktif, bukan reactif; dan
b.      Memberi panduan untuk identifikasi, prioritasisasi dan dokumentasi resiko, dan penerapan kontrol dengan layak.
Untuk mengatur perubahan, organisasi harus mengidentifikasi bahaya K3 dan resiko K3 yang berhubungan dangan perubahan-perubahan dalam organisasi, sistem manajemen atau aktifitas sebelum perbuahan-perubahan tersebut diberlakukan.
Organisasi harus menjamin bahwa hasil dari penilaian dipertimbangkan dalam menentukan kontrol.
Ketika menentukan kontrol, atau ingin merubah kontral yang sudah ada, harus dipertimbangkan untuk menurunkan resiko menurut hirarki sebagai berikut:
a.       Penghilangan
b.      Penggantian
c.       Kontrol secara teknis
d.      Pemberian tanda dan/atau kontrol administatif
e.      Pemakaian peralatan pelindung
Organisasi harus mendokumentasikan hasil dari identifikasi bahaya, penilaian resiko dan kontrol yang ditentukan dan menjaga dokumentasi tersebut tetap up-to-date.
Organisasi harus menjamin agar resiko K3 dan kontrol yang telah ditentukan dipertimbangkan dalam menngembangkan, menerapkan dan memelihara sistem manajemen K3.
Catatan 2: Untuk panduan lebih lanjut mengenai identifikasi bahaya, penilaian resiko dan penentuan kontrol, lihat OHSAS 18002.
4.3.2 Persyaratan Legal dan Persyaratan Lainnya.
Oerganisasi harus menetapkan, menerapkan dan memelihara prosedur untuk mengidentifikasi dan mengakses persyaratan-persyaratan legal K3 dan lainnya yang berlaku bagi organisasi masing masing.
Organisasi harus menjamin agar persyaratan-persyaratan tersebut dipertimbangkan dalam menetapkan, menerapkan dan memelihara sistem manajemen K3-nya.
Organisasi harus menjaga agar informasi tersebut (persyaratan-persyaratan K3) tetap up-to-date.
Organisasi harus mengkomunikasikan informasi yang relevan terkait persyaratan-persyaratan K3 tersebut kepada personil-personil yang bekerja dalam kontrol organisasi dan kepada pihak-pihak lain yang berkepentingan.
4.3.3 Sasaran dan Program
Organisasi harus menetapkan, menerapkan dan memelihara sasaran terkokumentasi yang terdokumentasi, pada fungsi-fungsi dan tingkatan yang relevan dalam organisasi.
Sasaran harus terukur, sejauh memungkinkan, dan konsisten dengan kebijakan K3, termasuk komitmen untuk mencegah terjadinya luka atau masalah kesehatan, untuk sesuai dengan persyaratan legal dan persyaratan lainnya yang berlaku dan untuk peningkatan berkelanjutan.
Saat menentukan dan meninjau sasaran, organisasi harus mempertimbangkan persyaratan-persyaratan legal dan persyaratan lainnya dan resiko-resiko K3. Organisasi juga harus mempertimbangkan pilihan-pilihan teknologi yang tersedia, masalah finansial, operasioan dan persyaratan-persyaratan bisnis, dan pandangan-pandangan dari pihak-pihak yang berkepentingan.
Organisasi harus menetapkan, menerapkan dan memelihara program-program untuk mencapai sasaran. Minimal, program harus mencakup:
a.       Penentuan tanggung jawab dan wewenang untuk mencapai sasaran-sasaran pada fungsi-fungsi dan tingkatan yang relevan dalam organisasi, dan
b.      Cara dan kerangka waktu sasaran tersebut akan dicapai.
Program-program harus ditinjau secara berkala pada interval yang terencana, harus di sesuaikan bila diperlukan untuk menjamain sasaran-sasaran tersebut dapat tercapai.
4.4 Penerapan dan operasi
4.4.1 Sumber daya, peranan, tanggung jawab, akuntabilitas dan kewenangan.
Manajemen puncak harus mengambil tanggung jawab tertinggi untuk K3 dan sistem manajemen K3.
Manajemen puncak harus menunjukkan komitmennya dengan cara:
a.       Menjamin tersedianya sumber daya yang penting untuk menetapkan, menerapkan, memelihara dan meningkatkan sistem manajemen K3.
Catatan 1: Sumber daya mencakup sumber daya manusia dan skil khusus, infrastruktur, teknologi dan finansial.
b.      Menentukan peranan, mengalokasikan penanggung jawab dan akuntabilitas, dan mendelegasikan kewenangan untuk memfasilitasi manajemen K3. Peranan, tanggung jawab dan akuntabilitas, dan kewenangan harusdikokumnetasikan dan dikomunikasikan.
Organisasi harus menunjuk anggota dan manajemen puncak dengan tanggung khusus untuk K3, yang mempunyai peranan dan tangung jawab untuk (diluar tanggung jawab lainnya):
a.       Menjamin bahwa sistem manajemen K3 ditetapkan, diterapkan dan dipelihara sesuai dengan standar OHSAS ini.
b.      Menjamin agar laporan-laporan terkait kinerja sistem manajemen K3 di berikan kepada manajemen puncak untuk ditinjau dan digunakan sebagai dasar peningkatan sistem manajemen K3.
Catatan 2: Manajemen puncak yang ditunjuk (dalam organisasi besar, misalnya, anggota komite eksekutif atau dewan eksekuit) dapat mendelegasikan tugas-tugas mereka kepada wakil manajemen di bawah mereka dengan tetap mempertahankan akuntabilitas.
Identitas dari manajemen puncak yang ditunjuk harus dapat diketahui oleh semua orang yang bekerja di bawah kontrol organisasi.
Semua yang mempunyai tanggung jawab manajemen harus menunjukkna komitmen mereka untuk peningkatan secara berkelanjutan kinera K3.
Orgnisasi harus menjamin agar orang-orang di lokasi kerja mengambil tanggung jawab terhadap aspek-aspek K3 yang berada dalam kontrol mereka dan taat kepada persyaratan-persyaratan K3 yang berlaku.
4.4.2 Kompetensi, pelatihan dan kesadaran
Organisasi harus menjamin agar semua orang yang bekerja di bawah kontrol organisasi, yang melakukan pekerjaan yang dapat berdampak kepada K3 adalah orang-orang yang berkompeten dilihat dari pendidikan, pelatihan atau pengalaman. Organisasi harus menyimpan catatan-catatan terkait kompetensi tersebut.
Organisasi harus mengidentifikasi kebutuhan pelatihan terkait dengan resiko K3 dan terkait sistem manajemen K3.  Organisasi harus memberikan pelatihan atau tindakan lain untuk memenuhi kebutuhan tersebut, mengevaluasi efektifitasnya dan menyimpan catatan-catatan terkait.
Organsiasi harus menetapkan, menerapkan dan memelihara prosedur untuk membuat orang-orang yang bekerja di bawah kontrol organsiasi sadar akan:
a.       Konsekwensi K3, baik aktual maupun potensial dari aktifitas dan perilaku mereka dan keuntungan yang diperoleh dari peningkatan kinerja personal.
b.      Peranan dan tanggung jawab serta pentingnya mencakai kesesuaian dengan kebijakan dan prosedur-prosedur K3 dan dengan persyaratan-persyaratan sistem manajemen K3, termasuk persyaratan mengenai kesiapan dan tanggap darurat.
c.       Konsekwensi potensial bila mengabaikan prosedur-prosedur yang telah ditetapkan.
Prosedur pelatihanharus mempertimbangkan perbedaan-perbedaan dalam hal:
a.       Tanggung jawab, kemampuan, bahasa dan tulisan
b.      Resiko
4.4.3 Komunikasi, partisipasi dan konsultasi
4.3.1 Komunikasi
Organisasi harus menetapkan, menerapkan dan memelihara prosedur untuk:
a.       Komunikasi internal antara berbagai tingkatan dan fungsi dalam organisasi
b.      Komunikasi dengan kontraktor dan pengunjung lokasi kerja lain.
c.       Menerima, mendokumentasi dan menanggapi komunikasi yang relevan dari pihak-pihak luar yang berkepentingan
4.3.2 Partisipasi dan konsultasi
Organisasi harus menetapkan, menerapkan dan memelihara prosedur untuk:
a.       Partisipasi para pekerja melalui:
  • Keterlibatan yang cukup dalam identifikasi bahaya, penilaian resiko dan dalam penetapan kontrol
  • Keterlibatan yang cukup dalam investigasi kecelakaan
  • Keterlibatan dalam pengembangan dan peninjauan kebijakan dan sasaran K3.
  • Konsultasi bila ada perubahan-perubahan yang mempengaruhi K3 mereka
  • Keterwakilan dalam urusan-urusan menyangkut K3
b.      Konsultasi dengan kontraktor bila ada perubahan-perubahan yang mempengaruhi K3 mereka.
Organisasi harus menjamin bahwa, bila dianggap perlu, pihak-pihak luar yang berkepentingan dan relevan dikonsultasikan mengenai hal-hal terkait dengan K3.
4.4.4 Dokumentasi
Dokumentasi sistem manajemen K3 harus mencakup:
a.       Kebijakan dan sasaran K3
b.      Penjelasan tentang lingkup sistem manajemen K3
c.       Elemen-elemen utama sistem manajemen K3 dan interaksinya, dan acuan-acuan dokumennya.
d.      Dokumen, termasuk catatan, yang diperlukan oleh standar K3 ini.
e.      Dokumen, termasuk catatan, yang dianggap perlu oleh organisasi untuk menjamin perencanaan, operasi dan kontrol proses yang efektif terkait dengan manajemen dan resiko K3.
Catatan: Penting sekali bahwa dokumentasi proporsional dengan kompleksitas, bahaya dan resiko yang ada, dan dijaga agar minimal, seperlunya untuk efektifitas dan efisiensi.
4.4.5 Pengendalian dokumen
Dokumen yang diperlukan oleh sistem manajemen K3 dan oleh standar OHSAS ini harus dikontrol. Catatan adalah type khusus dokumen dan harus dikontrol sesuai dengan klausul 4.5.4.
Organisasi harus menetapkan, menerapkan dan memelihara prosedur untuk:
a.       Penyetujuan kelayakan dokumen sebelum diterbitkan
b.      Peninjauan dan pembaharuan bila diperlukan dan penyetujuan ulang
c.       Menjamin bahwa perubahan dan status revisi terbaru dokumen teridentifikasi (diketahui)
d.      Menjamin bahwa versi yang relevandari dokumen yang berlaku tersedia di lokasi penggunaan
e.      Menjamin bahwa dokumen tetap dapat terbaca dan dikenali dengan mudah
f.        Menjamin bahwa dokumen yang berasal dari luar, yang ditentukan oleh organisasi perlu untuk perencanaan dan operasi sistem manajemen K3-nya, diidentifikasi dan distribusinya dikontrol
g.       Mencegah penggunaan yang tidak diinginkan dokumen-dokumen yang kadaluarsa dan melakukan penandaan dengan cara yang tepat bila dokumen kadaluarsa tersebut di simpan untuk tujuan tertentu.
4.6 Kontrol operasional
Organisasi harus menentukan operasi dan aktifitas yang terkait dengan bahaya-bahaya yang telah teridentifiasi,. Semua operasi dan aktifitas tersebut memerlukan kontrol untuk penanganan resiko K3. Perubahan-perubahan terhadap aktifitas dan operasi tersebut juga harus diatur.
Untuk operasi dan aktifitas tersebut, organisasi harus menerapkan dan memelihara:
a.       Kontrol operasional yang dapat diterapan. Organisasi harus mengintegrasikan kontrol operasional dalam sistem manajemen K3 secara keseluruhan.
b.      Kontrol terkait dengan barang-barang, peralatan dan jasa yang dibeli,
c.       Kontrol terkait kontraktor dan pengunjung lain ke lokasi kerja
d.      Prosedur terdokumentasi, diperlukan bila dianggap bahwa ketiadaan prosedur dapat membuat penyimpangan terhadap kebijakan dan sasaran K3,
e.      Kriteria operasi, bila dianggap bahwa ketiadaan kriteria dapat membuat penyimpangan terhadap kebijakan dan sasaran K3.
4.4.7 Kesiapan dan tanggap darurat
Organisasi harus menetapkan, menerapkan dan memelihara prosedur
a.       Untuk mengidentifikasi situasi darurat yang potensial
b.      Untuk menanggapi situasi darurat tersebut
Organisasi harus tanggap terhadap situasi darurat aktual dan mencegah atau mengurangi konsekwensi K3 yang merugikan.
Dalam merencanakan tanggap darurat organisasi harus mempertimbangkan pihak-pihak terkait yang relevan, seperti layanan darurat dan tetangga.
Organisasi juga harus menguji prosedur tanggap darurat secara berkalai dengan, bila memungkinkan, melibatkan pihak-pihak yang berkepentingan.
Organisasi harus meninjau prosedur tersebut secara berkala dan melakukan perubahan-perubahan bila diperlukan, khususnya setelah pengujian prosedur dan setelah terjadinya situasi darurat (lihat 4.5.3)
4.5 Pemeriksaan
4.5.1 Pengukuran dan pemantauan kinerja
Organisasi harus menetapkan, menerapkan dan memelihara prosedur untuk memantau dan mengukur kinerja K3 secara teratur. Prosedur tersebut harus memberi aturan tentang:
a.       Ukuran qualitative dan quantitatie yang sesuai dengan kebutuhan organisasi
b.      Pemantauan tingkat pencapaian sasaran K3
c.       Pemantauan efektifitas dari kontrol (baik untuk kesehatan maupun keselamatan)
d.      Ukuran kinerja yang bersifat proaktif yang memantau kesesuaian dengan program-program K3, kontrol dan kriteria operasional
e.      Ukuran kinerja yang bersifat reaktif yang memantau kondisi kesehatan yang buruk, insiden (termasuk kecelakaan dan ‘nyaris kecelakaan', dll.) dan bukti-bukti historis lain tentang kurang baiknya kinerja K3
f.        Pencatatan data dan hasil dari pemantauan dan pengukuran yang cukup untuk dijadikan bahan analisa tindakan koreksi dan pencegahan selanjutnya.
Jika diperlukan peralatan untuk melakukan pemantauan atau pengukuran kinerja, organisasi harus menetapkan dan memelihara prosedur untuk mengkalibras dan memelihara peralatan tersebut dengan layak. Catatan kalibrasi dan pemeliharaan dan hasilnya harus disimpan.
4.5.2 Evaluasi kesesuaian
4.5.2.1 Konsistem dengan komitmen organisasi untuk sesuai dengan persyaratan legal dan persyaratan lian terkait K3, organisasi harus menetapkan, menerapkan dan memelihara prosedur untuk mengevaluasi kesesuaian dengan persyaratan legal K3 secara berkala (lihat 4.3.2)
Organisasi harus menyimpan catatan-catatan hasil dari evaluasi berkala tersebut.
Catatan: frekwensi evaluasi dapat berbeda-beda untuk setiap perayratan legal K3.
4.5.2.2 Organisasi harus mengevaluasi kesesuaian dengan persyaratan K3 lain yang berlaku bagi organisai (lihat 4.3.2). Organisasi dapat menggabungkan evaluasi ini dengan evaluasi kesesuaian terhadap persyaratan legal yang disebut dalam klausul 4.5.2.1 atau membuat prosedur yang terpisah.
Organisasi harus menyimpat catatan hasil evaluasi.
Catatan: Frekwensi evaluasi dapat berbeda-beda untuk setiap persyaratan
4.5.3 Investigasi insiden, ketidaksesuaian, tindakan koreksi dan tindakan pencegahan
4.5.3.1 Investigasi insiden
Organsiasi harus menetapkan, menerapkan dan memelihara prosedur untuk mencatat, menginvestigasi dan menganalisa insiden untuk:
a.       Menentukan ketidaklayakan K3 yang menjadi penyebab dan faktor lain yang dapat menyebabkan atau memberi kontribusi terjadinya insiden.
b.      Mengidentifikasi kebutuhan tindakan koreksi
c.       Mengidentifikasi peluang untuk tindakan pencegahan
d.      Mengkomunikasikan hasil dari investigasi.
e.      Investigasi harus dilakukan tepat waktu.
Setiap kebutuhan tindakan koreksi atau peluang untuk tindakan pencegahan harus ditangani sesuai dengan klausul 4.5.3.2
4.5.3.2 Ketidaksesuaian, tindakan koreksi dan tindakan pencegahan
Organisasi harus menetapkan, menerapkan dan memelihara prosedur untuk menangani ketidaksesuaian aktual dan potensial dan untuk melakukan tindakan koreksi dan tindakan pencegahan. Prosedur harus menetapkan aturan untuk:
a.       Mengidentifikasi dan mengkoreksi ketidaksesuaian dan melakukan tindakan untuk meminimalkan konsekwensi K3.
b.      Menginvestigasi ketidaksesuaian, menentukan penyebab-penyebabnya dan melakukan tindakan untuk menghindari terulangnya kejadian.
c.       Mengevaluasi kebutuhan tindakan untuk mencegah ketidaksesuaian dan menerapkan tindakan yang layak untuk menghindari kejadian.
d.      Mencatat dan mengkomunikasikan hasil tindaka koreksi dan tindakan pencegahan.
e.      Meninjau efektifitas tindakan koreksi dan tindakan pencegahan yang diambil.
Bila dalam tindakan koreksi dan tindakan pencegahan teridentifikasi adanya bahaya baru atau bahaya yang berubah atau dibutuhkan kontrol baru atau perubahan kontrol, prosedur harus mensyaratkan agar penilaian resiko dilakukan sebelum tindakan diterapkan.
Tindakan koreksi dan tindakan pencegahan yang diambil untuk menhilangkan penyebab dari ketidaksesuaian aktuan dan potensial harus layak sesuai dengan tingkat permasalahan dan sepadan dengan resiko K3 yang dihadapi.
Organisasi harus menjamin agar setiap perubahan yang terjadi karena dilakukannya tindakan koreksi dan tindakan pencegahan disertai dengan perubahan dokumentasi sistem manajemen K3 yang diperlukan.
4.5.4 Pengendalian catatan
Organisasi harus menetapkan dan memelihara catatan-catatan yang diperlukan untuk menunjukkan kesesuaian terhadap persyaratan-persyaratan sistem manajemen K3 organisasi dan terhadap standar OHSAS ini, dan untuk menunjukkan hasil-hasil yang dicapai.
Organisasi harus menetapkan, menerapkan dan memelihara prosedur untuk mengidentifikasi, menyimpan, melindungi, mengakses dan membuang catatan.
Catatan harus dijaga agar tetap dapat terbaca, dapat diidentifikasi dan ditelusuri.
4.5.5 Audit internal
Organisasi harus menjamin agar audit internal terhadap sistem manajemen K3 dilakukan berkala dan terencana untuk:
a.       Menentukan apakan sistem manajemen K3:
a.       Sesuai dengan pengaturan sistem K3 yang telah direncanakan dan dengan persyaratan standar OHSAS ini.
b.      Telah diterapkan dengan tepat dan dipelihara, dan
c.       Efektif memenuhi sasaran dan kebijakan organisasi.
b.      Memberikan informasi hasil audit kepada manajemen.
Program audit harus direncanakan, ditetapkan, diterapkan dan dipelihara oleh organisasi, didasarkan pada hasil penilaian resiko dari aktifitas-aktifitas organisasi dan pada hasil audit sebelumnya.
Prosedur audit harus ditetapkan, diterapkan dan dipelihara, mencakup:
a.       Tanggung jawab, kompetensi dan syarat-syarat dalam perencanaan dan pelaksanaan audit, pelaporan hasil audit dan penyimpanan catatan terkait.
b.      Penentuan kriteria audit, lingkup, frekwensi dan metoda.
Pemilihan auditor dan pelaksanaan audit harus menjamin objektifitas dan  impartiality (tidak berat sebelah) proses audit.
4.6 Tinjauan manajemen
Manajemen puncak harus meninjau sistem manajemen K3 pada interval yang terencana, untuk menjamin kecocokan sistem, kelayakan dan efektifitas. Peninjauan harus mencakup penilaian peluang untuk peningkatan dan kebutuhan perubahan sistem manajemenK3, termasuk kebijakan K3 dansasaran K3. Catatan tinjauan manajemen harus dipelihara.
Masukan tinjauan manajemen harus mencakup:
a.       Hasil audit internal dan hasil dari evaluasi kesesuaian dengan persyaratan legal dan persyaratan lain yang berlaku.
b.      Hasil dari partisipasi dan konsultasi (lihat 4.4.3)
c.       Komunikasi relevan dengan pihak luar yang berkepentingan, termasuk keluhan,
d.      Kinerja K3 organisasi,
e.      Tingkat pencapaian sasaran
f.        Status investigasi insiden, tindakan koreksi dan tindakan pencegahan,
g.       Tindaklanjut dari tinjauan manajemen sebelumnya,
h.      Hal-hal yang berubah, termasuk perkembangan persyaratan legal dan persyaratan lain terkait K3, dan
i.         Usulan-usulan untuk peningkatan.
Hasil dari tinjauan manajemen harus konsisten dengan komitmen organisasi untuk peningkatan berkelanjutan dan harus mencakup keputusan-keputusan dan tindakan-tindakan terkait kemungkinan perubahan dalam hal:
a.       Kinerja K3,
b.      Sasaran dan kebijakan K3,
c.       Sumberdaya, dan
d.      Elemen-elemen lain dari sistem manajemen K3.
Hasil yang relevan dari tinjauan manajemen harus tersedia (dapat diakses) untuk proses komunikasi dan konsultasi (lihat 4.4.3)

December 7, 2011

Performance Based Audit

|0 komentar
Performance based audit adalah audit yang bertujuan untuk mencari peluang perbaikan kinerja dari suatu proses. Performance based audit mempunyai perbedaan dengan compliance based audit baik dalam tahapan-tahapan prosesnya maupun dari kompetensi auditornya. Dalam tahapan-tahapan prosesnya, performance based audit mirip dengan tindakan koreksi tetapi terbatas sampai pada pencarian penyebab dari suatu masalah. Dalam hal kompetensi auditor, auditor harus orang yang mempunyai pemahaman yang cukup baik tentang proses yang akan diaudit. Auditor harus merupakan 'subject matter expert' dari proses yang diaudit.
 
Performance based audit sangat tepat diterapkan pada proses-proses yang kinerjanya masih bermasalah atau proses-proses yang menyerap banyak sumber daya dan perlu perbaikan kinerja secara berkesinambungan.

Tahapan dalam Performance Based Audit.

1. Review kinerja proses
Tahapan ini penting dalam performance based audit dan menentukan tahapan-tahapan selanjutnya. Dalam tahapan ini auditor harus mempelajari apa kinerja penting dari proses yang sedang audit, berapa bagus kinerja-kinerja tersebut pada saat ini dan kinerja-kinerja mana yang mempunyai prioritas tinggi untuk diperbaiki dan mengapa harus diperbaiki. Setelah auditor mengetahui kinerja dari proses, ada baiknya auditor mengklarifikasikannya dengan penanggung jawab proses.

2. Menentukan aktifitas-aktifitas kritis

Dalam tahapan ini auditor mempelajari aktifitas-aktifitas kritis dalam proses yang akan diaudit, yang berpengaruh besar pada kinerja proses keseluruhan. Tahapan ini sebaiknya dilakukan bersama penanggung jawab proses yang akan diaudit.

3.Menjabarkan kinerja keseluruhan kedalam kinerja yang lebih spesifik

Pengetahuan tentang tahapan-tahapan kritis dalam proses yang akan diaudit akan membuka kemungkinan untuk menjabarkan kinerja keseluruhan menjadi kinerja-kinerja yang lebih spesifik yang terkait dengan tahapan-tahapan kritis tersebut.

4. Menentukan Sasaran audit

Sasaran audit dapat dibuat dengan mudah bila sudah mengetahui tahapan-tahapan kritis dan kinerja spesifik terkait tahapan-tahapan tersebut. Sasaran dalam performance based audit sebaiknya selalu berisi 'mencari peluang-peluang perbaikan dalam proses ...untuk meningkatkan ...

5. Mengidentifikasi faktor-faktor kritis dan potential failure

Auditor belum siap mengaudit hanya dengan sasaran audit. Auditor juga perlu membuat dugaan tentang faktor-faktor kritis dalam aktifitas kritis yang mempengaruhi kinerja spesifik yang telah diketahui. Apakah kompetensi menjadi faktor kritis? atau alat? atau metoda? atau input dari aktifitas tersebut? atau mungkin kombinasi dari beberapa tersebut? Untuk membuat dugaan tentang faktor kritis, auditor harus mempunyai pengetahuan yang baik tentang aktifitas yang akan diaudit.

6. Membuat checklist audit

Checklist audit pada dasarnya adalah daftar dari faktor-faktor kritis yang teridentifikasi pada tahap 5, ditambah hal-hal yang lebih spesifik yang menurut auditor perlu diperiksa dan diamati. Dalam pembuatan checklist, Auditor harus selalu mengingat bahwa audit yang akan dilakukan adalah untuk membuktikan apakah faktor-faktor kritis tersebut bermasalah atau tidak bermasalah.

7. Melaksanan audit

Sama halnya dengan compliance based audit, performance based audit dilakukan dengan panduan checklist yang telah dibuat. Tentu saja, auditor juga harus membuka mata dan telinga untuk mengidentifikasi adanya hal-hal lain yang harus diperiksa dan diamati diluar dari cheklist yang telah dibuat. Ada kemungkinan terdapatnya faktor-faktor kritis yang tidak terduga sebelumnya pada tahap 5. Keberhasilan performance based audit ditentukan dari akurasi penilaian auditor apakah faktor-faktor kritis dari aktifitas-aktifitas yang diaudit bermasalah atau tidak bermasalah.

8. Melaporkan hasil audit

Laporan audit harus berisi informasi yang jelas kepada pihak manajemen tentang peluang perbaikan yang ada pada proses yang diaudit. Isi dari laporan hendaknya mencakup:
  • Kinerja proses keseluruhan dan pentingnya melakukan perbaikan (hasil dari tahap 1)
  • Aktifitas kritis dan kinerja spesifik dari aktifitas tersebut (tahapan 2 dan 3)
  • Faktor-faktor kritis yang mempengarui kinerja spesifik dari aktifitas (hasil dari tahapan 5 ditambah faktor lain yang mungkin baru ditemukan saat pelaksanaan audit)
  • Faktor-faktor kritis yang sudah dikelola dengan baik (hasil dari tahap 7)
  • Faktor-faktor kritis yang bermasalah, yang perlu diperbaiki untuk meningkatkan kinerja.
9. Follow-up audit
Follow-up audit dilakukan untuk menjamin bahwa tindakan koreksi temuan audit ditetapkan dan diterapkan. Follow-up audit harus terus dilakukan sampai terdapat bukti bahwa masalah telah diselesaikan atau pihak menajamen memutuskan untuk membiarkan masalah tersebut dan menanggung resiko yang ada.

December 4, 2011

Analisis resiko ergonomi kegiatan pemanenan kelapa...

|0 komentar
Resiko ergonomi merupakan salah satu aspek dalam menyusunan analisa dan identifikasi bahaya, Pengertian ergonomi sendiri adalah ilmu yang me...

Translate this blog

English French German Japanese Korean Chinese Russian Spanish
India Saudi Arabia Netherland Portugal Italian Philippines Ukraina Norwegia
Powered by
Widget translator