Showing posts with label Dasar-dasar K3L. Show all posts
Showing posts with label Dasar-dasar K3L. Show all posts

March 7, 2012

Alat Pelindung Diri

|0 komentar

Alat Pelindung Diri atau biasa disingkat APD adalah salah satu kendali resiko yang diterapkan guna melindung para pekerja dari cedera saat sedang melakukan pekerjaannya. Jika dilihat dari hirarki kendali APD berada di posisi paling terakhir. APD bukanlah cara terbaik mencegah kecelakaan karena masih bergantung kepada individu masing-masing.
Cara pencegahan kecelakaan yang terbaik aalah peniadaan bahaya seperti pengamanan mesin atau peralatan lainnya, namun dalam hal tersebut tidak mungkin, diberikan perlindungan diri kepada tenaga kerja dalam bentuk masker, kacamata, sepatu dan alat proteksi lainnya.
Saat ini terdapat beraneka ragam alat alat pelindung diri di masyarakat. Antara lainnya adalah sebagai berikut;
1. Kaca Mata (safety glasses)
Salah-satu masalah tersulit dalam pencegahan keselakaan adalah pencegahan kecelakaan yang menimpa mata. Jumlah keselakaan demikian besar. Orang -orang yang tidak terbiasa dengan kaca mata biasanya tidak memakai pelindungan tersebut dengan alasan mengganggu saat bekerja dan mengurangi kenikmatan kerja, sekalipun kaca mata pelindung yang memenuhi persyaratan kian banyak jumlahnya.
Pekerja yang menyadari bahwa jika bekerja tidak menggunakan kacamata itu beresiko kecelakaan terhadap mata adalah besar akan memakainya dengan kemauannya sendiri. Sebaliknya, jika mereka merasa bahwa bahaya itu kecil, mereka tidak akan mempergunakannya.
2. Sepatu Safety (Pengaman)
Sepatu pengaman harus dapat melindungi pekerja terhadap kecelakaan yang disebabkan oleh beban-beban yan gmenimpa kaki, paku-paku atau benda tajam lainnya yang mungkin terinjak, logam pijar, asam-asam, dan sebagainya. Biasanya sepatu kulit yang buatannya kuat dan baik cukup memberikan perlindungan, tetapi terhadap kemungkinan tertimpa benda-benda msih perlu sepatu dengan ujung bertutup baja dan lapisan baja di dalam soalnya. Lapisan baja di dalam soal perlu untuk melindungi pekerja dari tusukan benda-benda runsing dan tajam khususnya pada pekerjaan bangunan.
3. Sarung tangan (Safety Gloves)
Sarung tangan harus diberikan kepada pekerja dengna pertimbangan akan bahaya-bahaya dan persyaratan yang diperlukan. antara lain syaratnya adalah bebasnya bergerak jari dan tangan. Macamnya tergantung kepada jenis kecelakaan yang akan dicegah yaitu tusukan, sayatan, terkena benda panas, terkena bahan kimia, terkena aliran listrik, terkena radiasi dan sebagainya.
Harus juga diingat bahwa memakai sarung tangan saat bekerjapada mesin pengebor, mesin pengepres dan mesin-meisn lainnya yang dapat meyebabkan sarung tangan tertarik ke mesin adalah berbahaya.
4. Topi Pengaman
Topi pemganan harus dipakai oleh pekerja yang mungkin tertimpa pada kepala oleh benda jatuh atau melayang atau benda lain-lainnya yang bergerak. Topi demikian harus cukup kerjas dan kokoh, tetapiringan. Bahan plastik dengan lapisan kain terbukti sangat cocok untuk keperluan ini.
5. Pelindung Telinga
Jika perlu, telinga harus dilindung terhadap loncatan api, percikan logam pijar atau partikel-partikel yang melayang. Perlindungan terhadap kebisingan dialkuaknd engan sumbat atau tutup telinga.
6. Pelindung Pernafasan
Pernafasan kita sangatlah vital oleh karena itu diperlukan perlindungan yang sesuai agar orang vita yang ada di dalam tubuh seperti paru-paru dapat terlindungi manakala tercemar oleh udara atau ada kemungkinan kekurangan oksigen dalam udara. Pecemaran mungkin berbentuk gas, uap logam, kabut, debu, dan lain-lainnya. Kekurangan oksigen mungkin terjadi di tempat-tempat yang pengudaraanya buruk seperti tangki atau gudan di bawah tanah. Pencemaran-pencemaran yang berbahaya ungkin beracun, korosif, atau menjadi sebab rangsangan. Pengaruh lainnya termasuk dalam upaya kesehatan kerja.
7. Alat-alat pelindung diri lainnya.
Sebenrannya masih ada alat pelindung diri lainnya seperti tali pengaman bagi pekerja yang bekerja di ketinggian yang memiliki potensi terjatuh. Selain itu pula diadakan temapt kerja husus bagi pekerja dengan segala alat proteksinya. Juga pakaian khusus bagi saat terjai kecelakaan atau utuk penyelamatan.

December 7, 2011

Performance Based Audit

|0 komentar
Performance based audit adalah audit yang bertujuan untuk mencari peluang perbaikan kinerja dari suatu proses. Performance based audit mempunyai perbedaan dengan compliance based audit baik dalam tahapan-tahapan prosesnya maupun dari kompetensi auditornya. Dalam tahapan-tahapan prosesnya, performance based audit mirip dengan tindakan koreksi tetapi terbatas sampai pada pencarian penyebab dari suatu masalah. Dalam hal kompetensi auditor, auditor harus orang yang mempunyai pemahaman yang cukup baik tentang proses yang akan diaudit. Auditor harus merupakan 'subject matter expert' dari proses yang diaudit.
 
Performance based audit sangat tepat diterapkan pada proses-proses yang kinerjanya masih bermasalah atau proses-proses yang menyerap banyak sumber daya dan perlu perbaikan kinerja secara berkesinambungan.

Tahapan dalam Performance Based Audit.

1. Review kinerja proses
Tahapan ini penting dalam performance based audit dan menentukan tahapan-tahapan selanjutnya. Dalam tahapan ini auditor harus mempelajari apa kinerja penting dari proses yang sedang audit, berapa bagus kinerja-kinerja tersebut pada saat ini dan kinerja-kinerja mana yang mempunyai prioritas tinggi untuk diperbaiki dan mengapa harus diperbaiki. Setelah auditor mengetahui kinerja dari proses, ada baiknya auditor mengklarifikasikannya dengan penanggung jawab proses.

2. Menentukan aktifitas-aktifitas kritis

Dalam tahapan ini auditor mempelajari aktifitas-aktifitas kritis dalam proses yang akan diaudit, yang berpengaruh besar pada kinerja proses keseluruhan. Tahapan ini sebaiknya dilakukan bersama penanggung jawab proses yang akan diaudit.

3.Menjabarkan kinerja keseluruhan kedalam kinerja yang lebih spesifik

Pengetahuan tentang tahapan-tahapan kritis dalam proses yang akan diaudit akan membuka kemungkinan untuk menjabarkan kinerja keseluruhan menjadi kinerja-kinerja yang lebih spesifik yang terkait dengan tahapan-tahapan kritis tersebut.

4. Menentukan Sasaran audit

Sasaran audit dapat dibuat dengan mudah bila sudah mengetahui tahapan-tahapan kritis dan kinerja spesifik terkait tahapan-tahapan tersebut. Sasaran dalam performance based audit sebaiknya selalu berisi 'mencari peluang-peluang perbaikan dalam proses ...untuk meningkatkan ...

5. Mengidentifikasi faktor-faktor kritis dan potential failure

Auditor belum siap mengaudit hanya dengan sasaran audit. Auditor juga perlu membuat dugaan tentang faktor-faktor kritis dalam aktifitas kritis yang mempengaruhi kinerja spesifik yang telah diketahui. Apakah kompetensi menjadi faktor kritis? atau alat? atau metoda? atau input dari aktifitas tersebut? atau mungkin kombinasi dari beberapa tersebut? Untuk membuat dugaan tentang faktor kritis, auditor harus mempunyai pengetahuan yang baik tentang aktifitas yang akan diaudit.

6. Membuat checklist audit

Checklist audit pada dasarnya adalah daftar dari faktor-faktor kritis yang teridentifikasi pada tahap 5, ditambah hal-hal yang lebih spesifik yang menurut auditor perlu diperiksa dan diamati. Dalam pembuatan checklist, Auditor harus selalu mengingat bahwa audit yang akan dilakukan adalah untuk membuktikan apakah faktor-faktor kritis tersebut bermasalah atau tidak bermasalah.

7. Melaksanan audit

Sama halnya dengan compliance based audit, performance based audit dilakukan dengan panduan checklist yang telah dibuat. Tentu saja, auditor juga harus membuka mata dan telinga untuk mengidentifikasi adanya hal-hal lain yang harus diperiksa dan diamati diluar dari cheklist yang telah dibuat. Ada kemungkinan terdapatnya faktor-faktor kritis yang tidak terduga sebelumnya pada tahap 5. Keberhasilan performance based audit ditentukan dari akurasi penilaian auditor apakah faktor-faktor kritis dari aktifitas-aktifitas yang diaudit bermasalah atau tidak bermasalah.

8. Melaporkan hasil audit

Laporan audit harus berisi informasi yang jelas kepada pihak manajemen tentang peluang perbaikan yang ada pada proses yang diaudit. Isi dari laporan hendaknya mencakup:
  • Kinerja proses keseluruhan dan pentingnya melakukan perbaikan (hasil dari tahap 1)
  • Aktifitas kritis dan kinerja spesifik dari aktifitas tersebut (tahapan 2 dan 3)
  • Faktor-faktor kritis yang mempengarui kinerja spesifik dari aktifitas (hasil dari tahapan 5 ditambah faktor lain yang mungkin baru ditemukan saat pelaksanaan audit)
  • Faktor-faktor kritis yang sudah dikelola dengan baik (hasil dari tahap 7)
  • Faktor-faktor kritis yang bermasalah, yang perlu diperbaiki untuk meningkatkan kinerja.
9. Follow-up audit
Follow-up audit dilakukan untuk menjamin bahwa tindakan koreksi temuan audit ditetapkan dan diterapkan. Follow-up audit harus terus dilakukan sampai terdapat bukti bahwa masalah telah diselesaikan atau pihak menajamen memutuskan untuk membiarkan masalah tersebut dan menanggung resiko yang ada.

November 23, 2011

Toolbox Topic Meeting

|0 komentar
Toolbox topic atau toolbox meeting adalah serangkaian informasi singkat yang diberikan kepada pekerja sebelum memulai aktifitas pekerjaan. Materi toolbox disusun oleh departement safety,

November 20, 2011

Sejarah Perkembangan K3

|0 komentar
Mungkin ada yang ingin mengetahui sejarah perkembangan K3 mulai dari zaman pra-sejarah sampai dengan zaman modern sekarang, berikut uraian singkatnya (dikutip dari berbagai sumber)
 a. Zaman Pra-Sejarah
Pada zaman batu dan goa (Paleolithic dan Neolithic) dimana manusia yang hidup pada zaman ini telah mulai membuat kapak dan tombak yang mudah untuk digunakan serta tidak membahayakan bagi mereka saat digunakan. Disain tombak dan kapak yang
mereka buat umumnya mempunyai bentuk yang lebh besar proporsinya pada mata kapak atau ujung tombak. Hal ini adalah untuk menggunakan kapak atau tombak tersebut tidak memerlukan tenaga yang besar karena dengan sedikit ayunan momentum yang
dihasilkan cukup besar. Disain yang mengecil pada pegangan dimaksudkan untuk tidak membahayakan bagi pemakai saat mengayunkan kapak tersebut.
b. Zaman Bangsa Babylonia (Dinasti Summeria) di Irak
Pada era ini masyarakat sudah mencoba membuat sarung kapak agar aman dan tidak membahayakan bagi orang yang membawanya. Pada masa ini masyarakat sudah mengenal berbagai macam peralatan yang digunakan untuk membantu pekerjaan mereka. Dan semakin berkembang setelah ditemukannya tembaga dan suasa sekitar 3000-2500 BC. Pada tahun 3400 BC masyarakat sudah mengenal konstruksi dengan menggunakan batubata yang dibuat proses pengeringan oleh sinar matahari. Pada era ini masyarakat sudah membangunan saluran air dari batu sebagai fasilitas sanitasi.  Pada tahun 2000 BC muncul suatu peraturan “Hammurabi” yang menjadi dasar adanya kompensasi asuransi bagi pekerja.
c. Zaman Mesir Kuno
Pada masa ini terutama pada masa berkuasanya Fir’aun banyak sekali dilakukan pekerjaan-pekerjaan raksasa yang melibatkan banyak orang sebagai tenaga kerja. Pada tahun 1500 BC khususnya pada masa Raja Ramses II dilakukan pekerjaan
pembangunan terusan dari Mediterania ke Laut Merah. Disamping itu Raja Ramses II juga meminta para pekerja untuk membangun “temple” Rameuseum. Untuk menjaga agar pekerjaannya lancar Raja Ramses II menyediakan tabib serta pelayan untuk menjaga kesehatan para pekerjanya.
d. Zaman Yunani Kuno
Pada zaman romawi kuno tokoh yang paling terkenal adalah Hippocrates. Hippocrates berhasil menemukan adanya penyakit tetanus pada awak kapal yang ditumpanginya.
e. Zaman Romawi
Para ahli seperti Lecretius, Martial, dan Vritivius mulai memperkenalkan adanya gangguan kesehatan yang diakibatkan karena adanya paparan bahan-bahan toksik dari lingkungan kerja seperti timbal dan sulfur. Pada masa pemerintahan Jendral Aleksander
Yang Agung sudah dilakukan pelayanan kesehatan bagi angkatan perang.
f. Abad Pertengahan
Pada abad pertengahan sudah diberlakukan pembayaran terhadap pekerja yang mengalami kecelakaan sehingga menyebabkan cacat atau meninggal. Masyarakat pekerja sudah mengenal akan bahaya vapour di lingkungan kerja sehingga disyaratkan
bagi pekerja yang bekerja pada lingkungan yang mengandung vapour harus menggunakan masker.
g. Abad ke-16
Salah satu tokoh yang terkenal pada masa ini adalah Phillipus Aureolus Theophrastus Bombastus von Hoheinheim atau yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan Paracelsus mulai memperkenalkan penyakit-penyakit akibat kerja terutama yang dialama oleh pekerja tambang. Pada era ini seorang ahli yang bernama Agricola dalam bukunya De Re Metallica bahkan sudah mulai melakukan upaya pengendalian bahaya timbal di pertambangan dengan menerapkan prinsip ventilasi.
h. Abad ke-18
Pada masa ini ada seorang ahli bernama Bernardino Ramazzini (1664 – 1714) dari Universitas Modena di Italia, menulis dalam bukunya yang terkenal : Discourse on the diseases of workers, (buku klasik ini masih sering dijadikan referensi oleh para ahli K3
sampai sekarang). Ramazzini melihat bahwa dokter-dokter pada masa itu jarang yang melihat hubungan antara pekerjaan dan penyakit, sehingga ada kalimat yang selalu diingat pada saat dia mendiagnosa seseorang yaitu “ What is Your occupation ?”.
ramazzini melihat bahwa ada dua faktor besar yang menyebabkan penyakit akibat kerja, yaitu bahaya yang ada dalam bahan-bahan yang digunakan ketika bekerja dan adanya gerakan-gerakan janggal yang dilakukan oleh para pekerja ketika bekerja (ergonomic
factors).
i. Era Revolusi Industri (Traditional Industrialization)
Pada era ini hal-hal yang turut mempengaruhi perkembangan K3 adalah :
  1. Penggantian tenaga hewan dengan mesin-mesin seperti mesin uap yang baru ditemukan sebagai sumber energi.
  2. Penggunaan mesin-mesin yang menggantikan tenaga manusia
  3. Pengenalan metode-metode baru dalam pengolahan bahan baku (khususnya bidang industri kimia dan logam).
  4. Pengorganisasian pekerjaan dalam cakupan yang lebih besar berkembangnya industri yang ditopang oleh penggunaan mesin-mesin baru.
  5. Perkembangan teknologi ini menyebabkan mulai muncul penyakit-penyakit yang berhubungan dengan pemajanan karbon dari bahan-bahan sisa pembakaran.
j. Era Industrialisasi (Modern Idustrialization)
Sejak era revolusi industri di ata samapai dengan pertengahan abad 20 maka penggnaan teknologi semakin berkembang sehingga K3 juga mengikuti perkembangan ini. Perkembangan pembuatan alat pelindung diri, safety devices. dan interlock dan alat-alat
pengaman lainnya juga turut berkembang.
k. Era Manajemen dan Manjemen K3
Perkembangan era manajemen modern dimulai sejak tahun 1950-an hingga sekaran. Perkembangan ini dimulai dengan teori Heinrich (1941) yang meneliti penyebabpenyebab kecelakaan bahwa umumnya (85%) terjadi karena faktor manusia (unsafe act)
dan faktor kondisi kerja yang tidak aman (unsafe condition). Pada era ini berkembang system automasi pada pekerjaan untuk mengatasi masalah sulitnya melakukan perbaikan terhadap faktor manusia. Namun system otomasi menimbulkan masalah-masalah manusiawi yang akhirnya berdampak kepada kelancaran pekerjaan karena adanya blok-blok pekerjaan dan tidak terintegrasinya masing-masing unit pekerjaan. Sejalan dengan itu Frank Bird dari International Loss Control Institute (ILCI) pada tahun
1972 mengemukakan teori Loss Causation Model yang menyatakan bahwa factor manajemen merupakan latar belakang penyebab yang menyebabkan terjadinya kecelakaan. Berdasarkan perkembangan tersebut serta adanya kasus kecelakaan di Bhopal tahun
1984, akhirnya pada akhir abad 20 berkembanglah suatu konsep keterpaduan system manajemen K3 yang berorientasi pada koordinasi dan efisiensi penggunaan sumber daya. Keterpaduan semua unit-unit kerja seperti safety, health dan masalah lingkungan
dalam suatu system manajemen juga menuntut adanya kualitas yang terjamin baik dari aspek input proses dan output. Hal ini ditunjukkan dengan munculnya standar-standar internasional seperti ISO 9000, ISO 14000 dan ISO 18000.
l. Era Mendatang
Perkembangan K3 pada masa yang akan datang tidak hanya difokuskan pada permasalahan K3 yang ada sebatas di lingkungan industri dan pekerja. Perkembangan K3 mulai menyentuh aspek-aspek yang sifatnya publik atau untuk masyarakat luas.
Penerapan aspek-aspek K3 mulai menyentuh segala sektor aktifitas kehidupan dan lebih bertujuan untuk menjaga harkat dan martabat manusia serta penerapan hak asazi manusia demi terwujudnya kualitas hidup yang tinggi. Upaya ini tentu saja lebih bayak
berorientasi kepada aspek perilaku manusia yang merupakan perwujudan aspek-aspek K3.

November 9, 2011

Teori gunung es biaya kecelakaan kerja

|1 komentar

Teori gunung es menjelaskan biaya-biaya yang tidak terlihat (biaya tidak langsung) yang dikeluarkan akibat dari suatu kecelakaan. Secara umum ketika terjadi kecelakaan maka biaya yang terlihat hanyalah biaya perawatan & pengobatan di klinik atau rumah sakit, namun sebenarnya biaya ini hanya 0 - 10% dari keseluruhan biaya yang dikeluarkan, 90% nya adalah biaya-biaya lain yang tidak terhitung secara langsung seperti: kerusakan peralatan, biaya perbaikan kerusakan material, gangguan produksi, biaya pengantaran korban ke rumah sakit, biaya akibat hilangnya hari kerja baik korban kecelakaan maupun karyawan, biaya penyewaan peralatan, dan nama baik perusahaan.
Untuk lebih jelas mengenai teori gunung es biaya kecelakaan dapat dilihat dari illustrasi berikut :
Sebuah kecelakaan kerja terjadi di estate A, korban X adalah operator traktor mengalami luka parah ketika unit yang sedang dioperasikan tergelincir ke jurang, akbat kecelakaan korban harus dirujuk ke rumah sakit dan traktor mengalami kerusakan pada system engine. Jarak dari estate A ke rumah sakit memerlukan waktu sekitar 7 jam menggunakan speed boat, dalam proses pengantaran korban ke RS korban juga harus ditemani oleh 1 orang rekan kerja, dan 1 orang perawat. Korban dirawat di RS selama 10 hari sebelum diperbolehkan pulang oleh pihak RS,  perjalanan pulang korban harus dijemput oleh speed boat dan kembali ditemani oleh 1 orang rekan kerja. Seluruh biaya perawatan korban selama di RS sudah di cover oleh pihak ketiga (asuransi).  
Asumsi upah korban perbulan adalah Rp 1,000,000. Sementara itu meskipun biaya kerusakan traktor di cover oleh asuransi, namun traktor memerlukan waktu perbaikan kurang lebih 20 hari, asumsi produktifitas traktor per hari adalah Rp  120,000 / hours machine (rata-rata pengoperasian traktor per hari = 8 jam). Akibat kecelakaan perusahaan juga harus membuat laporan ke pihak Dinas Tenaga Kerja
Illustrasi perhitungan biaya kecelakaan diatas adalah sebagai berikut:
No
Parameter
Amount
1
Biaya Langsung
 Rp                                  -
2
Biaya Langsung
ü  Biaya hari Hilang dari Korban selama 10 Hari: 10 Hari x (1,000,000/30)
 Rp                    333,333
ü  Biaya hari Hilang dari rekan Korban selama 4 Hari : 4 Hari x (1,000,000/30)
 Rp                    133,333
ü  Biaya Rental Speedboat PP : 3 Orang x Rp 350,000 Per Orang x 2 Trip
 Rp                 2,100,000
ü  Biaya perjalanan dinas rekan korban selama 4 hari = 4 x 100,000
 Rp                    400,000
ü  Biaya kehilangan produktifitas traktor = Rp 120,000 x 8 x 20
 Rp              19,200,000
Total Biaya Tidak Langsung
 Rp              22,166,667
Grand Total
 Rp              22,166,667

Translate this blog

English French German Japanese Korean Chinese Russian Spanish
India Saudi Arabia Netherland Portugal Italian Philippines Ukraina Norwegia
Powered by
Widget translator